
Jakarta – Kabar gembira untuk kelestarian lingkungan! Kementerian Lingkungan Hidup telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pengembangan Sistem Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJLH). Peraturan ini adalah tonggak penting bagi upaya konservasi di Indonesia, menandai perubahan paradigma: menjaga alam bukan lagi sekadar pengorbanan, melainkan sebuah kerja vital yang patut dihitung, dinilai, dan diapresiasi setimpal.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan kabar baik ini saat kunjungan kerja ke Surakarta, Jumat, 18 April 2025, dalam dialog hangat bersama para petani dan Pusur Institute di Taman Kehati, Klaten. Peraturan ini, yang merupakan turunan dari Pasal 48 ayat (5) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, menjadi landasan hukum yang kuat untuk mentransformasikan konservasi dari aksi sukarela menjadi sistem yang berbasis insentif.
Bayangkan, para penjaga lingkungan sejati kita – masyarakat lokal, petani hutan, komunitas adat – yang selama ini dengan tulus menjaga jasa lingkungan seperti air bersih, penyerapan karbon, dan keanekaragaman hayati, kini berhak menerima kompensasi yang adil dan terukur, sesuai dengan kontribusi nyata mereka! Sistem PJLH ini membuka pintu kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta yang bertanggung jawab, dan masyarakat sipil untuk membangun ekosistem ekonomi yang benar-benar berkelanjutan.
Peluncuran peraturan ini mempertegas komitmen Indonesia sebagai pelopor ekonomi hijau yang mengedepankan keadilan sosial dan keberlanjutan ekologis. “Masyarakat adat, petani hutan, serta komunitas penjaga alam yang selama ini bekerja tanpa pamrih kini dapat menerima kompensasi berdasarkan hasil kerja mereka menjaga ekosistem,” jelas Menteri Hanif, dikutip Minggu, 20 April 2025.
Lebih dari sekadar skema pembayaran, instrumen ini adalah pengakuan yang mendalam: konservasi bukanlah sisa dari pembangunan, melainkan fondasi utama yang menopangnya. Dana PJLH dapat bersumber dari APBN, APBD, dana CSR perusahaan yang peduli, hingga donasi sah lainnya. Untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, sebuah sistem informasi nasional PJLH akan dikembangkan di seluruh Indonesia.
Inspirasi dari Lapangan: Contoh Nyata Sistem PJLH
Kisah sukses di lapangan telah memberikan inspirasi berharga. Di Klaten, PT Tirta Investama (Danone-AQUA) mengembangkan Padepokan Konservasi Ekologi Masyarakat (PAKEM), sebuah model yang tidak memberikan pembayaran tunai, melainkan membekali warga dengan teknologi konservasi, legalitas, dan pelatihan yang memberdayakan. Hasilnya sungguh luar biasa: emisi karbon berkurang 17.919 ton CO2 dalam setahun, dan masyarakat meraih kembali kedaulatan atas sumber air mereka! Dalam kunjungan kerjanya, Menteri Hanif berkesempatan meninjau langsung padepokan tersebut, berdialog dengan petani setempat, serta melakukan penanaman pohon di Desa Gumuk, Kabupaten Boyolali.
Contoh inspiratif lainnya adalah di Cidanau, Banten, di mana petani menerima USD 125 per hektare dari perusahaan air minum sebagai imbalan atas upaya mereka menjaga hutan hulu. Menariknya, 71 persen dari mereka telah melakukan praktik konservasi jauh sebelum pembayaran dilakukan, menunjukkan komitmen tulus mereka terhadap lingkungan. Hal serupa terjadi di Sumberjaya, Lampung, di mana hak kelola selama 25 tahun diberikan kepada petani yang menerapkan praktik konservasi, yang secara dramatis menurunkan sedimentasi sungai.
Menteri Hanif menekankan bahwa kebijakan PJLH tidak dirancang sebagai proyek jangka pendek, melainkan sebagai sistem nasional yang mengintegrasikan konservasi ke dalam setiap aspek perencanaan pembangunan. PJLH bukan sekadar regulasi administratif, melainkan kerangka ekonomi alternatif yang menyatukan pelestarian alam dengan kesejahteraan masyarakat. Permen Nomor 2 Tahun 2025 membuka ruang bagi kita semua untuk menjawab tantangan ini secara kolektif.
Menurut beliau, peraturan ini bukan tentang siapa yang memberi dan menerima, melainkan tentang siapa yang peduli dan bertanggung jawab. “Siapa yang menjaga, harus kita jaga. Siapa yang melindungi alam, harus kita lindungi, karena menjaga alam adalah menjaga masa depan kita bersama,” tegas Menteri Hanif.
Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian air, darat, dan udara, serta mendukung kolaborasi yang erat. “Ini penting agar ke depan masyarakat Klaten mendapatkan lebih banyak manfaat dan menjaga lingkungan tetap sehat,” pungkasnya. Mari kita dukung dan kawal implementasi PJLH ini demi masa depan bumi yang lebih lestari!